Halaman

Sabtu, 28 Juni 2014

Makalah Kompetensi Bukti Audit

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar belakang

Audit yang dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan pertimbangan profesional auditor setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya. Dalam banyak hal, auditor independen lebih mengandalkan bukti yang bersifat pengarahan (persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat menyakinkan (convincing evidence).

1.2.    Rumusan Masalah

1.    Apa Yang dimaksud dengan bukti audit ?
2.    Faktor apakah yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit ?
3.    Bagaimana bukti audit dikatakan kompeten serta apasajakah faktor-faktor yang menpengaruhi kompetensi bukti audit?




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Bukti Audit

Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.

Bukti audit adalah semua media informasi yang digunakan oleh auditoruntuk mendukung argumentasi, pendapat atau simpulan dan rekomendasinya dalam meyakinkan tingkat kesesuaian antara kondisi dengan kriterianya. Tidak semua informasi bermanfaat bagi audit, karena itu informasi harus dipilih. Pedoman pemilihan informasi yang akan digunakan sebagai bukti audit adalah bahwa informasi tersebut harus andal sehingga mampu meyakinkan pihak lain.

Menurut Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan ketiga yang berbunyi: " Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. "

Karena ada empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu dijelaskan yaitu (1) Bukti (2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.

2.2.    Cukup Atau Tidaknya Bukti Audit

Hal ini berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah:

a.    Materialitas Dan Resiko
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untuk akun yang mempunyai kemungkinantinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang memilliki kemungkinan kecil salah saji.
b.    Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi melihat dari segi waktu dan biaya. Jika dalam memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit.
c.    Ukuran Dan Karakteristik Populasi.
Ukuran populasi ditentukan banyaknya item dalam populasi. Semakin besar populasi semakin banyak bukti yang diperlukan.Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Jika homogen, jumlah bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang heterogen.

2.3.    Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat. Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan akuntansi dan bukti bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien.


2.3.1.    Faktor-faktor yang Menpengaruhi Kompetensi Bukti Audit 

 Kompetensi Informasi Penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor, berikut ini :
1)    Relevansi
Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. suatu bukti mungkin relevan dalam suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
2)    Sumber Informasi Bukti
Secara garis besarnya sumber-sumber informasi yang dapat mempengaruhi kompetensi bukti yang diperoleh adalah sebagai berikut: bukti audit berasal dari klien atau pun diluar organisasi klien.
Ø    bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan
Ø    efektifitas internal control. semakin efektif internal control perusahaan, semakin tinggi tingkat keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh auditor
Ø    kualifikasi pemberi informasi
3)    Ketepatan waktu
Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor. untuk saldo akun-akun neraca, bukti yang diperoleh dekat tanggal neraca memiliki tingkat keandalan yang lebih tinggi. Untuk akun-akun bukti lebih meyakinkan bila diperoleh dari sampel yang dipilih sepanjang periode laporan.
4)    Objektivitas
Bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat subjektif.


2.3.2.    Faktor-faktor Lain yang Berhubungan dengan Reliability Bukti Audit 

Bukti-bukti audit haruslah reliable dan terpercaya. Faktor-faktor lainnya adalah:
1.    Independensi sumber
2.    Bukti didapatkan secara langsung oleh auditor
3.    Kontrol internal lebih dari informasi internal
4.    Dokumen-dokumen yang ditulis
5.    Dokumen asli
6.    Konsistensi bukti dari sumber yang berbeda

2.3.3.    Prosedur Pengumpulan Bukti Audit 

Dalam memilih prosedur audit yang akan digunakan untuk mencari bukti audit yang kompeten, auditor dapat memilih 7 (tujuh) kategori prosedur bukti audit seperti yang dikemukakan Arens dan Loebbecke, yaitu:
1.    Pemeriksaan fisik / Inspeksi
2.    Pengamatan
3.    Konfirmasi
4.    Dokumentasi
5.    Prosedur Analitis
6.    Wawancara dengan auditan
7.    Pelaksanaan kembali



2.4.    Sifat dan jenis Bukti Audit

1.    Bukti pendukung laporan keuangan (Data Akuntansi)
Data akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan.
a.    Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
b.     Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
2.    Bukti Penguat
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui; informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan / mengajukan pertanyaan (inquiry), pengamatan (observasi), inspeksi (inspection), dan pemeriksaan fisik (physical examination); serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat. Jenis-jenis bukti penguat :

Ø    Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud.
Ø    Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau symbol-simbol dan lain – lain yang diperoleh melalui pemeriksaan dokumen dan catatan klien untuk memperkuat informasi yang disajikan dalam laporan keuanganMenurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
ü    Bukti yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada auditor.
ü    Bukti yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.
ü    Bukti yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
Bukti yang diperoleh dari luar (eksternal) umumnya lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan yang berasal dari dalam (interanal) perusahaan klien. Tingkat keandalan bukti ini akan lebih lagi apabila dikirim secara langsung kepada auditor oleh pihak luar.
Ø    Perhitungan Sebagai Bukti (mathemathical evidence)
Penghitungan kembali yang dilakukan oleh auditor dan membandingkannya dengan hasil perhitungan yang dibuat oleh klien. Pengecekan kembali ini dimaksudkan untuk menguji ketelitian klien dalam perhitungan.Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
a.    Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjmlahan vertikal.
b.    Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
c.    Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi.
d.    Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
Ø    Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak mengajukan pertanyaan kepada klien terutama para manajer
Ø    Perbandingan (analitycal evidence)
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Ø    Confirmation evidence
Jawaban tertulis/lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi kecermatan informasi tertentu yang diminta auditor, informasi bersifat faktual, memiliki tingkat keandalan yang tinggi. Contoh : konfirmasi bank, piutang, utang.
Ø    Pernyataan tertulis (written representation)
Pernyataan tertulis (written representations) adalah pernyataan yang dibuat dan ditanda tangani oleh orang yang bertanggung jawab dan mengetahui mengenai sesuatu hal yang perlu ditegaskan. Selain itu bukti ini mungkin lebih bersifat subjektif atau pendapat pribadi seseorang mengenai sesuatu hal daripada informasi yang sebenarnya. Contoh : surat pernyataan manajemen klien Auditor diharuskan oleh GAAS untuk mendapatkan pernyataan tertulis dari manajemen untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan.
Ø    Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.


BAB III
KESIMPILAN

3.1.    Kesimpulan

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan atau dapat diandalkan bagi seorang auditot untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya






Daftar Pustaka


Eva Nurpitasari, 2012,  http://eva-nurpitasari.blogspot.com/2012/06/bukti-audit.html , diakses pada tanggal 25 juni2014.

Keuanganlsm, 2013, http://keuanganlsm.com/kompetensi-kecukupan-dan-penilaian-bukti-audit/ , diakses pada tanggal 25 juni2014.

Nisma Islami, 2011, http://m4niniez.blogspot.com/2011/06/bukti-audit-yang-cukup-kompeten.html , diakses pada tanggal 25 juni2014.

Wigavalentina, 2013, http://cornelisious.wordpress.com/2013/04/25/kecukupan-kompetensi-dan-penilaian-bukti-audit/ , diakses pada tanggal 25 juni2014.

Wikipedia, 2012,  http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Auditing, diakses pada tanggal 25 juni2014.



Jumat, 21 Maret 2014

Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan


Hidayati (2002) menjelaskan bahwa sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavior science), teori-teori akuntansi keperilakuan dikembangkan dari riset empiris atas perilaku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri tidak diragukan lagi.

Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif

Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topic mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban, dan masalah harga transfer. Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat normatif.

Pada tahun 1952 C. Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952, desain riset akuntansi manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan dimulainya usaha untuk menghubungkan desain system pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku manusia. Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku organisasi.

Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi

Riset keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal (universalistic approach), seperti riset Argyris (1952), Hopwood (1972), dan Otley (1978). Tetapi, karena pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi (contingency approach).
Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi perancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi desain system pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal lainnya.
  2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence) seperti proses produksi, produk masal, dan lainnya.
  3. Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
  4. Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan.
  5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti desentralisasi, sentralisasi, budaya organisasi dan lainnya


Chenhall dan Morris meneliti tentang hubungan antara variabel kontinjensi ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan organisasi terhadap hubungan antara struktur organisasi dan persepsi atas manfaat sistem akuntansi. 

Pengertian Laporan Audit dan Macam-macam Pendapat Audit


Pembuatan laporan auditor adalah langkah terakhir dan paling penting dari keseluruhan proses audit. Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai kelayakan atau ketepatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, yang diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya. Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audit, auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Terpenting, harus dilihat standar yang terakhir karena standar ini mensyaratkan suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau pernyataan bahwa pendapat tidak dapat diberikan disertai dengan alasan-alasannya. Standar ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara jelas mengenai sifat pemeriksaan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi tanggungjawabnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit bentuk baku.
Menyadari fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keseragaman pelaporan untuk menghindari kerancuan. Oleh karena itu standar profesional telah merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan audit yang harus disertakan pada laporan keuangan.

Terdapat beberapa jenis pendapat akuntan yang diberikannya berkenaan dengan suatu pemeriksaan umum, yaitu :
  1. Pendapat wajar tanpa pengecualian WTP (unqualified opinion).
  2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan WTPDP (unqualified opinion with explanatory language).
  3. Pendapat wajar dengan pengecualian WDP (qualified opinion).
  4. Pendapat tidak wajar TW (adverse opinion).
  5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).


1). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Istilah unqualified disini bukan berarti tidak memenuhi syarat atau tidak qualified. Arti unqualified disini adalah tanpa kualifikasi (qualification) atau tanpa reserve atau tanpa keberatan-keberatan. Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum Prinsip akuntansi berlaku umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan
  • Perubahan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan
  • Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum


2). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language).

Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan.

3). Laporan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu :
  • Lingkup audit dibatasi oleh klien
  • Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien dan auditor
  • Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum
  • Prinsip akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapakan secara konsisten


4). Laporan pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar jika tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar dengan pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk mendukung pendapatnya.

5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor jika ia tidak berhasil menyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan jika antara lain, terdapat banyak pembatasan lingkup audit, hubungan yang tidak independen antara auditor dan klien. Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk dapat menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara keseluruhan.


Pengertian Audit dan Jenis-jenis Audit


Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain:

Menurut Alvin A.Arens dan James K.Loebbecke :

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person”.

Menurut Mulyadi :

“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian haisl-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut harus diperhatikan:


  1. Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut
  2. Penetapan entitas ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggungjawab auditor
  3. Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit
  4. Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.



Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

1) Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.

2) Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena oleh pegawai perusahaan.

3) Audit operasional (operational audit). Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.

Tujuan audit operasional adalah untuk :
Menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen
Mengidentifikasikan peluang dan
Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

Pustaka :

Alvin A. Arens and James K. Loebbecke, (1997), Auditing An Integrated Approach, International Edition, Seventh Edition, New Jersey : Prentice-Hill Inc, hal 2
Mulyadi, (1990), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Tujuan Umum Audit atas Laporan Keuangan


Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen.

Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori :

1) Keberadaan atau kejadian (existency or occurence). Asersi ini merupakan pernyataan manajemen aktiva, kewajiban, dan ekuitas yang tercantum dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca serta apakah pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan rugi laba benar-benar terjadi selama periode akuntansi.

2) Kelengkapan (completeness). Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya tercatat dalam laporan keuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi keberadaan. Jika asersi keberadaan tidak benar maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika asersi kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu rendah. Asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan, sedangkan asersi keberadaan berkaitan dengan penyebutan angka yang seharusnya tidak dimasukkan.

3) Hak dan kewajiban (rights and obligations). Auditor harus memastikan apakah aktiva memang menjadi hak klien dan apakah kewajiban merupakan hutang klien pada tanggal tertentu.

4) Penilaian atau alokasi (valluation or allocation). Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, atau beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat.

5) Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Asersi ini menyangkut masalah apakah komponen-komponen laporan keuangan telah diklasifikasikan, diuraikan, dan diungkapkan secara tepat. Pengungkapan berhubungan dengan apakah informasi dalam laporan keuangan, termasuk catatan yang terkait, telah menjelaskan secara gamblang hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaannya.

Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen.



Pengertian Sistem Pengendalian Intern (SPI)

Sistem Pengendalian Intern merupakan istilah yang telah umum dan banyak digunakan berbagai kepentingan. Istilah Pengendalian intern diambil dari terjemahan istilah “Internal Control” meskipun demikian penulis menterjemahkan sebagai pengawasan intern, untuk istilah tersebut hal ini tidaklah menjadi masalah karena tidak mengurangi pengertian Sistem Pengendalian Intern secara umum.

Sebagaimana diketahui bahwa definisi Pengendalian Intern yang dikemukakan commite on Auditing Procedur American Institute of Carified Public Accountant (ICPA) adalah sebagai beirkut :

Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan (James 1997:155).

Kemudian D. Hartanto memberikan penjelasan tentang Pengendalian Intern dengan membedakan kedalam arti yang sempit dan dalam arti luas secara lengkap disebutkan :

Dalam arti sempit : Pengendalian Intern disamakan dengan “Internal Check” yang merupakan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti mencocokkan penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.

Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian Intern meliputi : Struktur Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan dan laporan (Administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya. (Hartanto, 1997 : 51).

Sedangkan Zaki Baridwan juga dapat mengartikan Pengendalian Intern sebagai berikut :
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)

Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Pengendalian Intern di definisikan sebagai berikut:
“Sistem Pengendalian Intern meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan mendorong di taatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.”

Pengendalian Intern sebagai Manajemen Control (Arti Luas). Selanjutnya apabila unsur-unsur yang terdapat pada Sistem Pengendalian Intern yang telah sesuai dengan definisi di kelompokkan dua sub sistem, maka kedua sub sistem tersebut terdiri dari sub sistem “Pengendalian Administrasi (Administrative Control) dan “Pengendalian Akuntansi” (Accounting Control). Pembagian dalam sub sistem ini secara langsung dan lengkap dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntansi, jadi dalam arti yang luas, Sistem Pengendalian Intern mencakup pengendalian yang dibedakan atas pengendalian Intern yang bersifat accounting dan administrasi. (Ikatan Akuntansi Indonesia, 1998 : 23).

Dari definisi yang diungkapkan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa, Sistem Pengendalian Intern merupakan suatu “Sistem” yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh dapat dipercayai data akuntansi, mendorong efisien operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan Pimpinan.

Tujuan Pengendalian Intern

Pengendalian Intern yang diciptakan dalam suatu perusahaan harus mempunyai beberapa tujuan. Sesuai dengan definisi yang dikemukakan AICPA tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan tujuan dari Pengendalian Intern yaitu :
  1.  Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
  2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
  3. Memajukan efisiensi operasi perusahaan.
  4. Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu untuk dipatuhi. (Zaki, 1999:14).


Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka perlu adanya syarat-syarat tertentu untuk mencapainya, yaitu unsur-unsur yang mendukungnya, dan untuk ini pembahasannya akan dikemukakan sub tersendiri.

Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern

Dalam buku Akuntansi Keuangan (Zaki, 1999; 15) bahwa penerapan unsur-unsur sistem pengendalian intern dalam suatu perusahaan tertentu harus mempertimangkan biaya dan manfaatnya. Suatu Sistem Pengendalian Intern yang baik haruslah bersifat cepat, murah dan aman, sehingga perusahaan dapat menjalankan operasinya dengan lancar, terjamin keamanannya dan biaya pengawasan yang dibutuhkan relatif tidak mahal.
Prinsip-prinsip umum Sistem Pengendalian Intern hanya berlaku sebagai pedoman, bukan merupakan suatu keharusan yang ditetapkan secara baku. Meskipun demikian, AICPA mengemukakan bahwa suatu Sistem Pengendalian Intern yang memuaskan akan bergantung sekurang-kurangnya empat unsur Pengendalian Intern adalah sebagai berikut :

  •  Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat.
  • Suatu sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik berguna untuk melakukan pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya.
  • Praktek-praktek yang sehat haruslah dijalankan didalam melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi.
  • Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Unsur-unsur tersebut diatas adalah sangat penting dan harus diterapkan secara bersama-sama dalam suatu perusahaan, agar terdapat adanya Sistem Pengendalian Intern yang baik, sebab kelemahan yang serius dalam salah satu diantaranya, pada umumnya akan merintangi sistem itu bekerja dengan lancar dan sukses.

Selasa, 18 Maret 2014

Kode Etik Auditor Internal

TUJUAN
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tanggungjawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggungjawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh karenanya, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal dengan ini menetapkan Kode Etik bagi para auditor internal.

PENETAPAN
Kode Etik ini memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik audit internal. Para auditor internal wajib menjalankan tanggungjawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat, dan kehormatan. Dalam menerapkan Kode Etik ini auditor internal harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap standar perilaku yang ditetapkan dalam Kode Etik ini dapat mengakibatkan dicabutnya keanggotaan auditor internal dari organisasi profesinya.


STANDAR PERILAKU AUDITOR INTERNAL

  1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
  2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
  3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
  4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.
  5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.
  6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
  7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
  8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
  9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktikpraktik yang melanggar hukum.
  10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

Pustaka  :

  • Standar Profesional Audit Internal  Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Mei 2004 Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. - http://www.scribd.com/doc/51844841/SPAI



    Senin, 17 Maret 2014

    Standar Profesional Audit Internal


    Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesedian menerima tanggungjawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggungjawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku dan memiliki standar praktik pelaksanaan pekerjaan yang handal. Sehubungan dengan hal tersebut, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal menerbitkan Standar Profesi Auditor Internal (SPAI). Standar Profesi Audit Internal ini merupakan awal dari serangkaian Pedoman Praktik Audit Internal (PPAI), yang diharapkan menjadi sumber rujukan bagii nternal auditor yang ingin menjalankan fungsinya secara profesional.

    • Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri atas Standar Atribut, Standar Kinerja dan Standar Implementasi. 

    1. Standar Atribut 
    Berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan pihak- pihak yang melakukan kegiatan audit internal.

    2. Standar Kinerja 
    Menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit. Standar Kinerja memberikan praktik-praktik terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar Atribut dan Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal.

    3. Standar Implementasi.
    Hanya berlaku untuk satu penugasan. Standar Implementasi yang akan diterbitkan dimasa mendatang adalah 
    1. standar implementasi untuk kegiatan assurance (A)
    2. standar implementasi untuk kegiatan consulting (C),
    3. standar implementasi kegiatan investigasi (I) 
    4. dan standar implementasi Control Self Assessment (CSA).

    Standar-standar tersebut merupakan bagian dari pedoman praktik audit internal (PPAI),. Keseluruhan pedoman praktik audit internal terdiri atas: Definisi Audit Internal Kode Etik Profesi Audit Internal Standar Profesi Audit Internal dan Interpretasi dari Standar Profesi Audit Internal

    Pada masa yang akan datang, penerbitan standar-standar implementasi dan pedoman lainnya akan didahului dengan penyebarluasan rancangan standar (exposure draft-ED). Standar dan pedoman akan disahkan setelah paling sedikit dua bulan diedarkan dalam bentuk ED dan mendapat respon yang memadai. ED akan dimuat dalam media komunikasi, jurnal, dan web-site yang dimiliki oleh masing-masing organisasi profesi anggota konsorsium, serta dalam publikasi lain yang relevan.

    ------||------


     STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL


    STANDAR ATRIBUT

    • 1000 Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab
    • 1100 Independensi dan Objektivitas
    • 1200 Keahlian dan Kecermatan Profesional
    • 1300 Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal


    STANDAR KINERJA
    • 2000 Pengelolaan Fungsi Audit Internal
    • 2100 Lingkup Penugasan
    • 2200 Perencanaan Penugasan
    • 2300 Pelaksanaan Penugasan.
    • 2400 Komunikasi Hasil Penugasan
    • 2500 Pemantauan Tindaklanjut
    • 2600 Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
    ---

    •  STANDAR ATRIBUT

    1000 Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab
    Tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

    1100 Independensi dan Objektivitas
    Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus obyektif dalam melaksanakan pekerjaannya.

    1110 Independensi Organisasi
    Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

    1120 Objektivitas Auditor Internal
    Auditor Internal harus memiliki sikap mental yang obyektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).

    1130 Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektifitas
    Jika prinsip independensi dan obyektifitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.


    1200 Keahlian dan Kecermatan Profesional
    Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional.

    1210 Keahlian
    Auditor Internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

    1210.1 – Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penugasannya.

    1210.2 – Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.

    1210.3 – Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.


    1220 Kecermatan Profesional
    Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang pruden dan kompeten.

    1220.1 - Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan:
    a. Ruang lingkup penugasan.
    b. Komplesitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
    c. Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance
    d. Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalampenugasan.
    e. Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.


    1230 Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
    Auditor Internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan
    Profesional yang Berkelanjutan.


    1300 Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal
    Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program jaminan dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.

    1310 Penilaian terhadap Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas
    Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.

    1310.1 – Penilaian Internal
    Penilaian Internal oleh fungsi audit internal harus mencakup:

    • a. Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal, dan
    • b. Reviu berkala yang dilakukan melalui Self Assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik audit internal Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.

    1310.2 – Penilaian Eksternal
    Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.

    1320 Pelaporan Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

    1330 Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI 
    Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya ' dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal’. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program jaminan kualitas.

    1340 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
    Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.



    • STANDAR KINERJA

    2000 Pengelolaan Fungsi Audit Internal
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi Organisasi.

    2010 Perencanaan
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi.

    2010.1 – Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit
    setahun sekali. Masukan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi serta perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi.

    2020 Komunikasi dan Persetujuan
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan rencana kegiatan audit, dan
    kebutuhan sumber daya kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapat persetujuan.
    Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumberdaya.

    2030 Pengelolaan Sumberdaya
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah disetujui.

    2040 Kebijakan dan Prosedur
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

    2050 Koordinasi
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.

    2060 Laporan Kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada pimpinan dan dewan pengawas mengenai perbadingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.


    2100 Lingkup Penugasan
    Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.

    2110 Pengelolaan Risiko
    Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern

    2120 Pengendalian
    Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.

    2120.1 - Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Hal ini harus mencakup:

    • a. Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
    • b. Keandalan dan integritas informasi.
    • c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    • d. Pengamanan aset organisasi.


    2120.2 – Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi.

    2120.3 – Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauhmana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

    2120.4 – Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.

    2130 Proses Governance
    Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:

    • a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi
    • b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas
    • c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.
    • d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari, dan mengkomunikasi informasi di antara, pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.


    2130.1 – Fungsi auditor internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika


    2200 Perencanaan Penugasan
    Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu dan alokasi sumberdaya.

    2200.1 – Pertimbangan Perencanaan. Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan

    • a. Sasaran dari kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya.
    • b. Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima.
    • c. Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
    • d. Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.


    2210 Sasaran Penugasan
    Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.

    2220 Ruang Lingkup Penugasan
    Agar sasaran penugasan tercapai maka Fungsi Audit Internal harus mempunyai ruang lingkup penugasan yang memadai.

    2230 Alokasi Sumberdaya Penugasan
    Auditor internal harus menentukan sumberdaya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumberdaya.

    2240 Program Kerja Penugasan
    Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan.

    2240.1 - Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
    mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan.

    2300 Pelaksanaan Penugasan
    Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan.

    2310 Mengidentifikasi Informasi
    Auditor Internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.

    2320 Analisis dan Evaluasi
    Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.

    2330 Dokumentasi Informasi
    Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan.

    2340 Supervisi Penugasan
    Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.


    2400 Komunikasi Hasil Penugasan
    Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu.

    2410 Kriteria Komunikasi
    Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindakannya.

    2410.1 - Komunikasi akhir hasil penugasan, bila memungkinkan memuat opini keseluruhan dan kesimpulan
    auditor internal.

    2410.2 – Auditor internal dianjurkan untuk memberi apresiasi, dalam komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu.

    2410.3 – Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya.

    2420 Kualitas Komunikasi
    Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, obyektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu

    2420.1 – Kesalahan dan Kealpaan Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepad semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya.

    2430 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar
    Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:

    • a. Standar yang tidak dipatuhi
    • b. Alasan ketidakpatuhan
    • c. Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan


    2440 Diseminasi Hasil-hasil Penugasan
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.


    2500 Pemantauan Tindaklanjut
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak-lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen

    2510 Penyusunan Prosedur Tindaklanjut
    Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak-lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak-lanjut.


    2600 Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
    Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggungjawab fungsi audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggungjawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapatkan resolusi.


    --------------||-------------

    Daftar Pustaka :

    • Standar Profesional Audit Internal  Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Mei 2004 Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. - http://www.scribd.com/doc/51844841/SPAI
    • http://www.scribd.com/doc/90622903/Standar-Profesi-Auditor-Internal

    Etika Profesional Akuntan Publik - Auditor / Audit


    Etika profesi menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.

    • Etika Profesional Akuntan Publik

    Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.


    Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya  telah membuktikan  bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.

    Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:

    1.  Independensi, integritas, dan obyektivitas

    • Independensi. Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP / seorang akuntan publik harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance)

    • Integritas dan Objektivitas. Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP / seorang akuntan publik harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.

    2.  Standar umum dan prinsip akuntansi

    Standar Umum. Anggota KAP harus mematuhi standar umum beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI, antara lain ;

      • Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.

      • Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.

      • Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.

      • Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.

      • Kepatuhan terhadap Standar. Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.

    Prinsip-Prinsip Akuntansi. Anggota KAP tidak diperkenankan:

      • Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau

      • Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.

    3. Tanggung jawab kepada klien

    A. Rahasia Informasi Klien Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk:

      • Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi

      • Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

      • Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota. Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.

    B. Fee Profesional

      • Besaran Fee

    Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.


      • Fee Kontinjen. 

    Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.


    4.   Tanggung jawab kepada rekan seprofesi


    • Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

    • Komunikasi antar akuntan publik. Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

    5.   Tanggung jawab dan praktik lain


    • Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan. Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

    • Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

    • Komisi dan Fee Referal.
    >Komisi                    
    Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.

    >Fee Referal (Rujukan).
    Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.



    • Etika Profesional Akuntan Publik oleh IAPI


      Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia. Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :


      1. Tanggung Jawab Profesi 
      Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi

      2. Kepentingan Publik
      Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. 

      Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

      Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

      3. Integritas 
      Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip

      4. Objektivitas 
      Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.

      Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas

      5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
      Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.

      Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.

      Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.


      6. Kerahasiaan 
      Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 

      Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir

      7. Perilaku Profesional 
      Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum

      8. Standar Teknis 
      Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.



      • Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik

      Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.

      Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
      Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.

      Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :

      1. Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
      2. Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
      3. Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.

      Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.

      Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:

      (i)   pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
      (ii)  pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
      (iii) pemberian sanksi.

      Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.

      Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.

      ---------||--------

      Note :

      • Atestasi : Atestasi merupakan salah satu jenis jasa yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik. Jasa atestasi diberikan untuk memberikan pernyataan atau pertimbangan sebagai pihak yang independen dan kompeten tentang sesuatu pernyataan (asersi) suatu satuan usaha telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yakni audit keuangan historis, pemeriksaan/examination, review dengan cara wawancara, dan prosedur yang disepakati bersama.
      • Kompilasi : arti kata dasar*  kumpulan / himpunan /pusparagram. 

      Daftar Referensi :

      1. http://etikaprofesinarotama.blogspot.com/2011/12/pengertian-dalam-etika-profesi.html
      2. http://xsaelicia.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
      3. http://dharmotinambunan.wordpress.com/2012/12/04/8-prinsip-kode-etik-akuntansi