Halaman

Selasa, 27 Januari 2015

Cara mebuat kuesioner / angket


Salah satu instrumen pengumpul data dalam penelitian adalah kuesioner, atau disebut juga daftar pertanyaan (terstruktur). Kuesioner ini biasanya berkaitan erat dengan masalah penelitian, atau juga hipotesis penelitian yang dirumuskan. Disebut juga dengan istilah pedoman wawancara (interview schedule), namun kita akan menggunakan istilah generiknya yaitu kuesioner. 

Sebelum mebuat kuesioner, ada baiknya peneliti mengantisipasi kemungkinan adanya kesalahan yang sering terjadi berkaitan dengan pelaksanaan pengumpulan data dari responden. Beberapa permasalahan yang mungkin dan bahkan sering terjadi dan bagaimana cara memperbaikinya adalah sebagaimana disarankan oleh Bailey (1987), sebagai berikut: 
 
(a) Responden sering menganggap wawancara tidak masuk akal dan bahkan sering menganggapnya sebagai dalih (subterfuge) untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya komersial. Alternatif pemecahannya antara lain adalah menyampaikannya dalam pengantar bahwa penelitian yang akan dilakukan benar-benar untuk tujuan nonkomersial. Tentu saja dengan kata-kata yang baik dan sopan.
(b) Responden merasa terganggu dengan adanya informasi yang dirasa menyerang dirinya atau kepentingannya, misalnya takut dirilis di media massa. Pemecahannya adalah menghindari pertanyaan yang sensitif, serta diyakinkan bahwa tidak akan ada nama responden di dalamnya.
(c) Responden menolak bekerja sama atas dasar pengalaman masa lalu. Upayakan untuk meyakinkan responden bahwa ini beda, beri pengertian bahwa responden dalam hal ini turut berjasa dalam membantu penelitian ini.
(d) Responden yang tergolong dirinya kelompok minoritas sehingga merasa lelah karena sering dijadikan kelinci percobaan (guinea pig). Ini jarang terjadi di negeri kita. Namun jika hal seperti ii terjadi, peneliti bisa menggunakan instrumen lain., atau bahkan mencari sumber data yang lain.
(e) Responden orang ‘penting’ dan sering merasa tahu akan apa yang akan ditelitinya. Cara pemecahannya adalah dengan metode menyanjung orang penting tadi, misalnya dengan mengatakan bahwa hanya dialah orang satu-satunya yang bisa memberikan informasi tentang masalah ini.
(f) Responden menjawab dengan pertimbangan normatif, berpikir baik atau jelek. Katakan kepadanya bahwa penelitian ini semata-mata untuk pengembangan ilmu, dan bukan untuk kepentingan lain. Selain itu nama responden juta tidak perlu dicantumkan.
(g) Responden merasa takut akan ‘kebodohannya’ dalam menjawab pertanyaan ini. Katakan kepadanya bahwa jawaban apapun dari responden itu penting, dan tidak ada yang salah dalam menjawab.
(h) Responden mengatakan tidak ada waktu untuk menjawabnya, atau merasa itu bukan bidang minatnya. Pemecahannya adalah mengatakan bahwa dialah satu-satunya orang yang bisa memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.


Persyaratan lain dalam membuat kuesioner
(a) Relevansi kuesioner: Relevansi pertanyaan dengan tujuan studi, relevan pertanyaan dengan responden secara perorangan.
(b) Relevansi pertanyaan dengan studi: betul
(c) Relevansi pertanyaan dengan responden: betul.


Kegagalan-kegagalan dalam membuat kuesioner:
(a) Luncuran pertanyaan ganda: Jangan menanyakan satu masalah dalam satu pertanyaan. Contoh, apakah anda sering menyobek buku di perpustakaan selagi tidak ada pengawas yang melihatnya; dan apakah anda juga sering mencoreti buku milik perpustakaan untuk kepentingan penjelasan secara khusus?.
(b) Pertanyaan yang mengaahkan: Hindari bentuk pertanyaan seperti ini. Contoh, menurut presiden, kita harus mengencangkan ikat pinggang dalam menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan ini. Anda setuju, bukan?. Pertanyaan seperti ini biasanya dijawab secara langsung dengan kata ‘setuju’. Bisa dibayangkan bahwa jika semua pertanyaan dijawab dengan setuju.
(c) Pertanyaan sensitif: Hati-hati dengan pertanyaan sensitif seperti contoh berikut: Anda pernah melakukan onani?; Anda pernah melakukan hubungan seks sebelum nikah?. Pertanyaan jenis ini termasuk kategori sensitif, bahkan kurang ajar.
(d) Pertanyaan yang menakut-nakuti: Contoh. Di daerah ini sering terjadi perampokan dan penodongan di malam hari. Bisa Anda sebutkan orangnya?; atau, Anda tentu mengetahui peristiwa pembunuhan yang terjadi beberapa waktu lalu di daerah ini, karena andalah yang paling dekat dengan tempat kejadian perkara (TKP). Kami datang untuk menyelidikinya, oleh karena itu tolong jawab dengan sejujurnya pertanyaan-pertanyaan kami.


Kuesioner tertutup dan terbuka
Ada dua jenis pertanyaan dalam kuesioner, yakni pertanyaan terbuka, terbuka, dan gabungan tertutup dan terbuka. Pertanyaan dengan jawaban terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan penuh kepada responden untuk menjawabnya. Di sini peneliti tidak memberikan satupun alternatif jawaban. Sedangkan pertanyaan dengan jawaban tertutup adalah sebaliknya, yaitu semua alternatif jawaban responden sudah disediakan oleh peneliti. Responden tinggal memilih alternatif jawaban yang dianggapnya sesuai. 
 
(a) Kuesioner dengan jawaban tertutup: Salah satu keuntungannya untuk kuesioner ini adalah sebagai berikut: (1) jawaban-jawaban bersifat standar dan bisa dibandingkan dengan jawaban orang lain; (2) jawaban-jawabannya jauh lebih mudah dikoding dan dianalisis, bahkan sering secara langsung dapat dikoding dari pertanyaan yang ada, sehingga hal ini dapat menghemat tenaga dan waktu; (3) responden lebih merasa yakin akan jawaban-jawabannya, terutama bagi mereka yang sebelumnya tidak yakin; (4) jawaban-jawaban relatif lebih lengkap karena sudah dipersiapkan sebelumnya oleh peneliti; dan (5) analisis dan formulasinya lebih mudah jika dibandingkan dengan model kuesioner dengan jawaban terbuka. Meskipun demikian, ada juga kelemahannya, yakni: (1) sangat mudah bagi responden untuk menebak setiap jawaban, meskipun sebetulnya mereka tidak memahami masalahnya; (2) responden merasa frustrasi dengan sediaan jawaban yang tidak satu pun yang sesuai dengan keinginannya; (3) sering terjadi jawaban-jawaban yang terlalu banyak sehingga membingungkan responden untuk memilihnya; (4) tidak bisa mendeteksi adanya perbedaan pendapat antara responden dengan peneliti karena responden hanya disuruh memilih alternatif jawaban yang tersedia. 
 
(b) Kuesioner dengan jawaban terbuka: Keuntungannya antara lain adalah: (1) dapat digunakan manakala semua alternatif jawaban tidak diketahui oleh peneliti, atau manakala peneliti ingin melihat bagaimana dan mengapa jawaban responden serta alasan-alasannya. Hal ini sangat baik untuk menambah pengetahuan peneliti akan masalah yang diutarakannya; (2) membolehkan responden untuk menjawab sedetil atau serinci mungkin atas apa yang ditanyakan peneliti. Dalam hal ini pendapat responden dapat diketahui dengan baik oleh penelitian

 
(c) Kuesioner dengan jawaban tertutup dan terbuka (gabungan): Untuk menjembatani kekurangan-kekurangan seperti tadi, maka sering digunakan pertanyaan model gabungan antara keduanya. Dengan model tertutup dan tebuka, semua kekurangan seperti tadi bisa diatasi. Misalnya dalam satu pertanyaan, disamping disediakan alternatif jawaban oleh peneliti, juga perlu disediakan alternatif terbuka (c. …………… ) untuk diisi sendiri oleh responden sesuai dengan pendapatnya secara bebas. Dalam mengolah data untuk model terakhir ini, bisa dilakukan pengelompokan ulang atas semua jawaban responden pada alternatif terbuka tadi. Atau bisa juga peneliti melihat ulang apakah jawaban responden yang terakhir itu sebenarnya sudah termasuk ke dalam salah satu alternatif jawaban yang tersedia. Dan jika ternyata jawabannya sama dengan salah satu alternatif jawaban yang tersedia namun dalam bahasa yang berbeda, peneliti bisa menganggapnya sebagai jawaban seperti pada alternatif yang tersedia tadi. Contoh sebuah pertanyaan sederhana dengan alternatif jawabannya: Tujuan Anda berkunjung ke perpustakaan adalah: (1) mengerjakan tugas-tugas akademik; (2) mencari informasi akademik untuk kepentingan tugas dari dosen; (3) menambah wawasan; (4) ………… menambah pengetahuan. (Responden menjawab dengan tulisan sendiri pada alternatif yang terbuka ini). Kita bisa melihat bahwa sebenarnya jawaban responden tersebut sama atau hampir sama dengan alternatif nomor (3) menambah wawasan. 
 

Susunan pertanyaan
Ada aturan umum dalam menyusun urutan pertanyaan yang dibuat, meskipun tidak mutlak, yakni sebagai berikut:
(a) Pertanyaan sensitif dan pertanyaan model jawaban terbuka sebaiknya ditempatkan di bagian akhir kuesioner.
(b) Pertanyaan-pertanyaan yang mudah sebaiknya ditempatkan pada bagian awal kuesioner.
(c) Susunlah pertanyaan dengan pola susunan yang saling berkaitan satu sama lain secara logis.
(d) Susunlah pertanyaan sesuai dengan susunan yang logis, runtut, dan tidak meloncat-loncat dari tema satu ke tema yang lain.
(e) Jangan gunakan pasangan pertanyaan yang mengecek reliabilitas. Misalnya, setujukah Anda terhadap aborsi? Sementara itu di tempat lain, ada pertanyaan, tidak setujukan Anda terhadap aborsi?.
(f) Gunakan pertanyaan secara singkat dan jelas, tidak bertele-tele.


Pertanyaan kontingensi
Maksudnya adalah bentuk pertanyaan yang masih ada kelanjutannya. Misalnya, Anda pernah mabuk?. Jika pernah, bagaimana rasanya?. Jenis pertanyaan seperti ini dimungkinkan adanya, namun harus berpatokan kepada kemungkinan adanya hubungan tertentu antara tema yang satu dengan tema yang lain. Selain itu, jawaban-jawaban dari responden atas pertanyaan lanjutan ini akan sangat membantu memperdalam wawasan peneliti.


Kata pengantar kuesioner
Kata pengantar dalam kuesioner banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan kuesioner tersebut. Kata-kata yang digunakan juga sangat mempengaruhi responden dalam menjawabnya. Misalnya, kata pengantar yang kasar tentu tidak akan mendapat simpati responden, bahkan mungkin ditolak.
Untuk itu, disarankan, gunakan kata-kata yang sopan, wajar, menghormat, dan jangan terlalu panjang. Cukuplah misalnya, beberapa kalimat pengantar, tujuan, dan ucapan terima kasih atas kesediaan responden untuk menjawabnya. 
 

Uji coba instrumen (kuesioner)
Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, ujicobakanlah lebih dahulu kepada sejumlah kecil responden. Ini gunanya untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur dimaksud. Selain itu, ini juga bisa digunakan untuk mengetahui kemungkinan diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah dirumuskan. Selain itu, jika ternyata dalam uji coba ini terdapat banyak kesalahan, maka peneliti bisa mengubah atau menyempurkannya.

Jumat, 23 Januari 2015

Pengertian Corporate Social Responsibility atau CSR

     Corporate Social Responsibility atau CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan maupun sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab perusahaan di bidang hukum (Darwin, 2004). Hackson and Milne (1996) juga menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan atau organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Dan menurut The world Business Council for Sustainable Development (WBCSD), tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribui bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan Corporate Social Responsibility sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparasi pengungkapan sosial atas kegiatan dan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, dimana transparasi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan atau organisasi juga diharapkan untuk mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan dan aktivitas perusahaan itu sendiri.

Konsep Akuntansi Sosial


Sejarah perkembangan akuntansi, yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal. Dengan keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Kapitalisme, yang hanya berorientasi pada laba material, telah merusak keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial [Galtung & Ikeda (1995) dan Rich (1996) dalam Chwastiak(1999)].
 
Di dalam akuntansi konvensional (mainstream accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan bondholders sedangkan pihak yang lain sering diabaikan. Dewasa ini tuntutan terhadap perusahaan semakin besar. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga karyawan, konsumen serta masyarakat. Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan kadangkala melalaikannya dengan alasan bahwa mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non reciprocal yaitu transaksi antara keduanya tidak menimbulkan prestasi timbal balik.

Tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance) semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.

Owen (2005) mengatakan bahwa kasus Enron di Amerika telah menyebabkan perusahaan-perusahaan lebih memberikan perhatian yang besar terhadap pelaporan sustainabilitas dan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Isu-isu yang berkaitan dengan reputasi, manajemen risiko dan keunggulan kompetitif nampak menjadi kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi sosial. Dari hasil studi literatur yang dilakukan oleh Finch (2005) menunjukkan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial lebih banyak dipengaruhi oleh usaha untuk mengkomunikasikan kepada stakeholder mengenai kinerja manajemen dalam mencapai manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang.

Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut.

Belkaoui (1989) menemukan hasil (1) pengungkapan sosial mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja sosial perusahaan yang berarti bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan sosial, (2) ada hubungan positif antara pengungkapan sosial dengan visibilitas politis, dimana perusahaan besar yang cenderung diawasi akan lebih banyak mengungkapkan informasi sosial dibandingkan perusahaan kecil, (3) ada hubungan negatif antara pengungkapan sosial dengan tingkat financial leverage, hal ini berarti semakin tinggi rasio utang/modal semakin rendah pengungkapan sosialnya karena semakin tinggi tingkat leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit. Sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi pada saat sekarang dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat menyajikan laba yang lebih tinggi, maka perusahaan harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya- biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).

Eipstein & Freedman (1994) menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Informasi tersebut berupa keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan. Selain itu mereka menginginkan informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat. Hackston & Milne (1996) menyajikan bukti empiris mengenai praktik pengungkapan lingkungan dan sosial pada perusahaan-perusahaan di New Zealand serta menguji beberapa hubungan potensial antara karakteristik perusahaan dengan

pengungkapan sosial dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya konsistensi penelitiannya dengan penelitian yang sudah dilakukan di negara lain. Ukuran perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan sedangkan profitabilitas tidak. Interaksi antara ukuran perusahaan dan industri menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lebih kuat antara perusahaan dalam industri yang high-profile dibandingkan dengan industri yang low-profile.

Tahap-tahap Penerapan Corporate Social Responsibility atau CSR


Umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan pertahapan sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan
 
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu: awareness Building, CSR Assessement, dan CSR manual building.
  • Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar dll. 
  • CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mndapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. 
  • Langkah selanjutnya adalah membangun CSR manual. Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR.

2. Tahap Implementasi
 
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah yaitu, sosialisasi pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkeanlkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah agar program CSR yang akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSr yang ada. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi ini mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kinerja dll.

3. Tahap Evaluasi
 
Setelah program CSR diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi ini adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR.

4. Pelaporan
 
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Pustaka :

Yusuf Wibisosno, membedah konsep & aplikasi CSR.

Aspek - Aspek CSR Corporate Social Responsibility / Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan


 
Elemen yang ada pada CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan mengacu pada draft 4.2 ISO 26000 on Social Responsibility (2008) berjumlah tujuh elemen, yaitu: 
 
a. Pengembangan Masyarakat

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pasti disertai dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Namun umumnya, dampak negatif yang akan lebih mendominasi dari kegiatan bisnis suatu perusahaan. Dampak negatif itu sendiri dapat berupa pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik maupun ekploitasi sumbedaya alam bagi kepentingan jangka pendek semata. Dalam posisi ini tentu masyarakat yang akan banyak menanggung akibat dari 14 dampak negatif tersebut. Oleh karena itu perusahaan dapat menunjukkan salah satu bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat melalui Coorporate Social Responsibility (CSR) ini.

Program dalam CSR ini sebaiknya dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga mereka dapat merasakan manfaat dari apa yang mereka butuhkan. Seperti mendukung pengembangan industri lokal, membuka fasilitas perusahaan bagi masyarakat, dan berpartisipasi dalam proyek kesehatan masyarakat serta berbagai bentuk kegiatan yang lain. Karena program CSR itu sendiri seharusnya bukan sekedar bentuk Charity perusahaan terhadap masyarakat seperti pemberian bantuan jangka pendek yang tidak menyelesaikan permasalahan di masyarakat maupun lingkungan. Tapi kegiatan CRS ini selayaknya merupakan Coorporate Citizenship dimana program yang dibuat berdasarkan pertimbangan jangka panjang dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar (Alfia, 2008). 

b. Tata Kelola Organisasi 

Prinsip penyelenggaraan CSR yang baik akan berkaitan erat dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Governance) pula. Good Governance dapat dilakukan perusahaan dengan melakukan seperti penentuan dan pelibatan stakeholders dalam sejumlah aktivitas perusahaan, komunikasi kebijakan dan program dari perusahaan, dan pengintegrasian program CSR dalam kebijakan dan program perusahaan. Karena dengan tata kelola organisasi yang baik, maka target dan strategi perusahaan akan mudah tercapai. (APCSRI, 2009)

c. Hak Asasi Manusia 

Pengangkatan nilai- nilai Hak Asasi Manusia di dalam praktek operasi perusahaan harus sangat diperhatikan oleh manajemen perusahaan. Maka pelanggaran HAM yang terjadi di dalam korporasi atau sebuah unit usaha harus sangat diminimalisir. Karena akan sangat mempengaruhi kondisi kerja bagi perusahaan itu sendiri. Maka perusahaan dengan tingkat pelanggaran HAM yang sedikit akan jauh lebih baik kondisi kerjanya jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat pelanggaran yang besar. Kasus HAM dalam korporasi di dunia tertuang pada Global Compact yang digulirkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1999, dan dokumen PBB tentang tanggungjawab perusahaan (transnasional) terhadap HAM ( yang disahkan pada tahun 2003). Global Compact merupakan nilai yang melandasi CSR dan Good Corporate (GC). Karena melalui gagasan ini, korporasi diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam bentuk investasi sosial. Dan isi dari Global Compact, yang menyangkut bidang HAM, diantaranya (Nick Doren, 2011) :
  • Sektor bisnis diminta untuk mendukung dan menghargai perlindungan HAM internasional di dalam ruang lingkup pengaruhnya; 
  • Sektor bisnis diminta untuk memastikan bahwa korporasi-korporasinya tidak terlibat di dalam pelanggaran-pelanggaran HAM.

d. Tenaga Kerja 

Keberadaan suatu perusahaan tidak bisa terlepas dari peranan para tenaga kerja sebagai lingkungan internalnya. Perusahaan dan tenaga kerja merupakan pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan kontribusi dan harmonisasi. Dan keduanya akan menentukan keberhasilan dan perkembangan perusahaan serta berperan dalam pembangunan bangsa. Sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tenaga kerjanya, maka perusahaan harus menerapkan CSR kepada tenaga kerjanya. Penerapan CSR kepada tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan kepada tenaga kerja, memfasilitasi pelayanan kesehatan tenaga kerja, dan memberi bantuan keuangan untuk pendidikan tenaga kerjanya. Karena dengan adanya program CSR yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tenaga kerjanya mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga kerja dan keluarganya. Dan aktifitas CSR tersebut dilakukan juga dengan harapan meminimalkan terjadinya konflik atau permasalahan antara perusahaan dan tenaga kerjanya, selain itu pihak perusahaan akan memperoleh hasil produksi yang maksimal, kinerja tenaga kerja yang lebih optimal, dan dalam jangka panjang dan mampu menumbuhkan semangat serta pengabdian para tenaga kerjanya untuk bisa mempersembahkan yang terbaik bagi perusahaan (Edi Suharto, 2011).  

e. Lingkungan 

Lokasi sebuah perusahaan yang berada pada lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi, akan memunculkan kewajiban untuk peduli terhadap lingkungan, dengan atau tanpa diminta. Karena aktivitas yang dilakukan perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan di sekitar perusahaan itu berada. Maka upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk tetap peduli terhadap lingkungan sekitar adalah dengan melakukan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan memperhatikan polusi yang timbul akibat kegiatan operasi perusahaan, konservasi sumber daya alam serta penggunaan material daur ulang. Karena tujuan CSR yang sebenarnya adalah agar perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Karena perusahaan yang berhubungan dengan pemanfaatan alam harus memperhatikan dampak yang timbul atas kerusakan kelestarian lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan sosial masyarakat. (dalam: Listrik Indonesia edisi 25)  

f. Praktek Operasi Perusahaan yang Adil 

Praktek operasi perusahaan yang adil juga merupakan salah satu bentuk dari CSR. Karena bentuk tanggung jawab yang dilakukan perusahaan tidak hanya memperhatikan kondisi eksternal sebagai akibat dari operasi perusahaan itu sendiri, tetapi juga lingkungan internalnya. Maka konsep praktek operasi perusahaan yang adil tetap harus diperhatikan oleh perusahaan. Praktek operasi perusahaan yang adil dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas (fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu (transparency), serta fungsi dan kewenangan RUPS. (Payaman S, 2005) 
g. Isu Terkait Konsumen
Perhatian terhadap konsumen oleh perusahaan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan. Karena sekarang kebanyakan konsumen semakin kritis. Mereka sangat peduli dengan isu mengenai keamanan produk, dan juga privasi yang harus didapatkan terhadap dirinya dari produk yang dibelinya. Mereka akan menilai negatif terhadap perusahaan yang tidak peduli mengenai keamanan produk yang dijual. Sebaliknya, mereka akan respek dengan perusahaan yang peduli terhadap produk yang dipasarkan. Maka dari itu perusahaan harus memberikan suatu bentuk tanggung jawab sosial berupa CSR dengan melakukan survey untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap produknya serta membuka peluang sebesar- besarnya kepada para konsumen jika ada bentuk saran maupun keluhan yang ditujukan kepada perusahaan. Karena hubungan yang terjalin dengan baik antara perusahaan dan konsumen akan menguntungkan kedua belah pihak terutama perusahaan sehubungan dengan produk yang dipasarkan serta timbulnya loyalitas dari konsumen untuk terus menggunakan produk perusahaan (SME, 2007