Adapun objek pajak terbagi diantaranya :
a. Objek Pajak Penghasilan
a. Objek Pajak Penghasilan
Dari namanya saja mungkin anda sudah tahu kalau yang menjadi objek 
dari pajak penghasilan ya tentu saja adalah penghasilan dari si subjek 
pajak. Lalu apa yang dimaksud dengan penghasilan? Pengertian penghasilan
 menurut istilah perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi 
yang diterima atau diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar 
negeri yang digunakan, baik untuk berinvestasi maupun dikonsumsi. Lebih 
lanjut, UU PPh telah mengatur lebih rinci tentang OP yang masuk 
kategori, antara lain:
- Penghasilan yang diterima secara teratur, bisa berupa gaji, upah, uang pensiun bulanan, dll.
- Penghasilan yang diperoleh secara tidak teratur, seperti komisi, bonus, jasa produksi, dll
- Impor barang dan/ penyerahan barang
- Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk
- Dividen, royalti, atau bunga, contoh: premium, diskonto, dll
b. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Objek Pajak yang selanjutnya adalah Objek PPN (Pajak Pertambahan 
Nilai). Objek yang masuk kategori ini adalah penyerahan atau kegiatan 
yang dilakukan oleh PKP (pengusaha Kena Pajak). Adapun supaya sebuah 
penyerahan barang dan jasa bisa dikenakan pajak, maka harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
- Yang diserahkan adalah BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak)
- Penyerahan barang dan/ jasa dilakukan di dalam Daerah Pabean
- Tindakan penyerahan yang dilakukan oleh PKP merupakan penyerahan kena pajak
- Penyerahan barang dan/ jasa dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sehari-hari
c. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Pengertian dari Objek PBB adalah benda tidak bergerak, berupa bumi 
(bisa termasuk permukaan bumi, tanah dan perairan pedalaman serta laut 
wilayah Indonesia serta segala yang terkandung didalamnya) dan bangunan 
(dalam istilah perpajakan bangunan diartikan sebagai suatu konstruksi 
tehnik yang ditanam dan dilihatkan secara tetap pada tanah dan/ 
perairan). Meskipun demikian, ada beberapa yang tidak bisa dikenakan 
Pajak Bumi dan Bangunan, meliputi:
- Tanah atau bangunan yang digunakan sepenuhnya untuk kepentingan umum dan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan di berbagai bidang (ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional)
- Tanah atau bangunan yang digunakan untuk pemakaman umum, peninggalan purbakala, museum, hutan lindung, taman nasional, dll
- Dan lain sebagainya
d. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek Pajak yang selanjutnya adalah Objek BPHTB (Bea Perolehan
 Hak atas Tanah dan Bangunan). Adapun pengertiannya adalah perolehan hak
 atas tanah dan bangunan yang dapat berupa tanah (bahkan termasuk 
tanaman diatasnya, tanah dan bangunan, dan bangunan. Objek ini baru bisa
 dikenakan BPHTB. Perolehan hak atas tanah atau bangunan bisa dilakukan 
dengan dua cara, pertama adalah pemindahan hak (yang bisa terjadi karena
 adanya jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, dll), dan yang 
kedua adalah pemberian hak baru (yang bisa terjadi sebab adanya 
kelanjutan pelepasan hak dan diluar pelepasan hak)
e. Objek Bea Materai
OP yang bisa dikenakan bea materai adalah dokumen. Dokumen sendiri 
dalam istilah perpajakan dapat diartikan sebagai kertas yang berisikan 
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau
 kenyataan bagi seseorang dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan. 
Contoh dokumen yang bisa dikenakan bea materai, antara lain:
- Akta-akta notaris termasuk salinannya
- Akta-akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
- Surat berharga
- Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di depan pengadilan
Meskipun demikian, ada juga beberapa dokumen yang tidak termasuk objek bea materai, contohnya sebagai berikut:
- Surat penyimpanan barang
- Konosemen
- Ijasah
- Kwitansi
- Dsbnya
Nah, para pembaca yang baik, itu tadi penjelasan tentang objek pajak
 yang perlu anda ketahui. Harapan kami, setelah mendapat info ini, anda 
bisa mengetahui mana barang dan jasa milik yang anda yang masuk kategori
 objek pajak. Hal ini penting agar anda sebagai subjek pajak tidak 
dianggap lalai karena tidak membayar pajak atas suatu barang atau jasa 
yang dikenakan pajak hanya karena ketidaktahuan. Semoga informasi ini 
bisa membantu anda sedikit lebih paham tentang perpajakan. Terus update 
pengetahuan anda bersama kami, di website pakar pajak.
